Sabtu, 25 Februari 2017

Makalah Makna Gramatikal dan Makna Leksikal

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi dunia pendidikan Bahasa Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar dan pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar. Dari aspek kualitas, pendidikan Bahasa Indonesia kita memang sungguh sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori arti (Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ynag mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2).
Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di bahas secara mendalam di dalam pembahasan. Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian semantik?
2.      Bagaimanakah jenis-jenis Semantik?
3.      Apakah pengertian makna?
4.      Apakah Faktor perubahan makna?
5.      Bagaimanakah proses makna gramatikal dan makna leksikal?
6.      Bagaimanakah jenis-jenis perubahan makna?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.      Menjelaskan pengertian semantik
2.      Memaparkan jenis-jenis semantik
3.      Menjelaskan pengertian makna
4.      Memaparkan faktor perubahan makna
5.      Memaparkan proses makna gramatikal dan makna leksikal
6.      Memaparkan jenis-jenis perubahan makna










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Semantik
Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna.Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau‘melambangkan’.Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari:
·         Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
·         Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai ataudilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/ acuan / hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah :
·         Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
·         Ilmu tentang makna atau arti.
Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
1.      Charles Morrist Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
2.      J.W.M Verhaar; 1981:9 Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3.      Lehrer; 1974: 1 Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4.      Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195) Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5.      Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313) Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6.      Dr. Mansoer pateda Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7.      Abdul Chaer Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1.      Pandangan historis mulai ditinggalkan
2.      Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3.      Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4.      Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5.      Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).
6.      Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika simbolis.
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.
B.     Jenis-jenis Semantik
Beberapa jenis semantik yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya, yaitu:
1.      Semantik Leksikel
Leksikel adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vocabulary, kosakata, pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bermakna ( Chaer, 2002: 60 dalam Wahab 1995 ). Kalau leksikon disamakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikel dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikel dapat juga diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil observasi panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Kajian makna bahasa yang lebih memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik leksikel.
2.      Semantik Gramatikal
Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta proses-proses pembentukannya; sedangkan sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata, maupun satuan sintaksis yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat, jelas ada maknanya. Baik proses morfologi dan proses sintaksis itu sendiri juga makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut.
3.      Semantik Kalimat
Verhaar (1978: 126 dalam Parera 2004) mengutarakan semantik kalimat yang membicarakan hal-hal seperti soal topikalisasi kalimat yang merupakan masalah semantik, namun bukan masalah ketatabahasaan. Tentang semantik kalimat ini menurut beliau memang masih belum banyak menarik perhatian para ahli linguistik.
C.    Pengertian Makna
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Pateda (Chaer,2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure(Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Konsep makna (KBBI) adalah cara seseorang membuat pengertian terhadap objek atau benda yang ada batasan-batasan unsur penting. Contoh: sebuah buku, dapat kita maknai sebagai bahan ilmu pengetahuan, lembaran, dan lainnya. Tetapi kalau berbicara tentang konsep makna kajian tentang buku sangat luas mulai dari arti, makna, dan konsep. Itulah kalau kita membicarakan tentang sebuah buku.
Makna kosa kata yang dikuasai seseorang, merupakan bagian utama dari memori semantis yang tersimpan dalam otak kita, yang disebut makna denotatif, atau sering juga disebut makna deskriptif atau makna leksikal. Merupakan relasi kata dengan konsep benda/ peristiwa atau keadaan yang dilambangkan dengan kata tersebut.
Pada pembahasan kemarin sudah disebutkan bahwa bahasa itu berupa sistem tanda bunyi. Dalam pembicaraan semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata itu dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada di luar bahasa.
D.    Faktor Perubahan Makna
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.



  1. Perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan) untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.
  1. Pebedaan bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna barunya yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap naskah drama dan lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya, hanya perlu diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam bidang lain secara metaforis atau secara perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang asalnya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dengan makna yang lainnya.



  1. Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
  1. Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
  1. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan istilah peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative. Contoh kata bini sekarang ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliorative. Begitupun terjadi pada kata laki dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.
  1. Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentukya secara utuh. Sebagai contoh ada yang berkata “ ayahnya meninggal” tentu maksudnya meninggal dunia tapi hanya disebutkan meninggal saja. Hal ini terjadi pula pada kata berpulang yang maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke perpus yang maksudnya ke perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium dan sebagainya. Kalau disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi bentuk yang lebih pendek.
  1. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
  1. Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.
E.     Makna Gramatikal dan Makna Leksikal
Melalui berbagai sumber, dapat berbagai istilah untuk menanamkan jenis atau tipe makna. Pateda (Chaer, 1986:59) secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu makna efektif, makna denotatif, makna deskriftif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna idealisiovnal, makna intensi, makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan Leech haer, 1976:59) yang karyanya banyak dikutip orang dalam hal semantis membedakan adanyatujuh tipe makna, yaitu (1) makna konseptual,(2)
Makna konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, (7) makna tematik. Dengan catatan makna konotatif, stilistika, afektif, reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif.
Berikut akan dibahas mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan oleh para ahli bahasa.
1.      Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa Inggris lexical meaning, semantic meaning, eksternal meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai lambing benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa inggris)  ‘budaya’, di dalaam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya: (1) kesopanan, kebudayaan; (2) perkembangbiakan (biologi);sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2) kebudayaan; (3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab,maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Masih dalam hal makna, Djajasudarma (Bateda, 1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat.
Mengenai dua jenis makna ini, Kridalaksana (Chaer, 1993) menjelaskan makna leksikal (lexical meaning, semantic meanin, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Selanjutnya, makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya, hubungan antar kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.
Dengan demikian, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau kata meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contoh-contoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.
Lain dari makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi prefix ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
2.      Makna Leksikal
Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat). Makna leksikal adalah makna kata yang terdapat dalam leksikal (kamus). Makna leksikal bersifat umum atau lugas artinya makna kata yang tidak dipengaruhi oleh bentuk lain.
Leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, yang sesuai dengan referennya, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal merupakan gambaran nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata tersebut. Sebuah kata yang memiliki makna leksikal sudah jelas bahwa tanpa konteks pun memiliki referen atau makna langsung (Chaer, 2013: 59).
Memang benar jika tidak semua kata dalam bahasa indonesia memiliki makna. Kata cantik, tidur dan lain-lain disebut kata tugas, walaupun memang memiliki makna leksikal 
Contoh:
Rumah             : Bangunan untuk tempat tinggal manusia
Makan             : Mengunyah dan menelan sesuatu
Makanan         : Segala sesuatu yang boleh dimakan
Mata                : Indra untuk melihat (makna leksikal)

3.      Makna Gramatikal
Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Makna gramatikal ialah makna yang timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses melekatnya bentuk kata (morfem) yang satu dengan bentuk yang lain.
Bentuk (morfem) / ber / , / me-l / secara lepas atau berdiri sendiri belum memiliki makna. Morfem tersebut memiliki makna setelah bergabung dengan bentuk lain, peristiwa ini disebut proses morfologi.
Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat dari proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal bergantung pada konteks yang membawanya.
Contoh:
Berumah          : Mempunyai rumah
Bermata           : Memiliki mata (makna gramatikal)
Memata-matai : Mengamati secara diam-diam (makna gramatikal)

Implikasinya salah satunya awalan ter- atau imbuhan lainnya, tentunya tidak mempunyai makna. Sebuah imbuhan baru dapat memiliki makna atau kemungkinan memiliki makna apabila sudah berproses dengan kata lain. Kata ‘terangkat’ memiliki kemungkinan makna dapat atau tidak sengaja tergantung konteks kalimat yang membawanya. Ada tiga macam proses morfologi:
1.      Afiksasi
Proses melekatnya afiks (imbuhan) kepada bentuk dasar. Akibat melekatnya afiks kepada kata dasar akan menimbulkan fungsi dan makna baru.
Macam-macam afiks bahasa Indonesia:
a.       Prefiks (awalan)                : di, me, ber, pe, ter dan sebagainya
b.      Infiks (sisipan)                  : in, el
c.       Sufiks (akhiran)                 : an, kan, i, lah
d.      Konfiks (afiks gabung)     : pe - an, ke - an, se – nya
e.       Simulfiks (afiks berurutan) =me - kan, me - i, di – kan
2.      Reduplikasi
Proses pembentukan kata baru dengan cara mengulang bentuk dasar.
Bentuk perulangan kata meliputi:
a.       Kata ulang utuh/penuh      : gedung-gedung
b.      Kata ulang sebagian          : berlari-lari
c.       Kata ulang berimbuhan     : anak-anakan
d.      Kata ulang berubah bunyi : sayur mayor
e.       Kata ulang semu               : kupu-kupu, kunang-kunang
3.      Komposisi
Gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru.
Contoh:
Rumah makan : rumah digunakan untuk makan
Rumah sakit    : rumah digunakan untuk mengobati orang sakit
Rumah dinas   : rumah yang digunakan untuk kepentingan dinas
F.     Jenis Perubahan makna
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya:



1.      Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.
2.      Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3.      Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
4.      Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5.      Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel. Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata semantik merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique). Sebab-sebab perubahan makna yaitu perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan social dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah.
Jenis perubahan makna yaitu perubahan meluas, perubahan menyempit, perubahan total, penghalusan, dan pengasaran. Faktor yang memudahkan perubahan makna yaitu faktor kebahasaan, faktor kesejarahan, faktor sosial, faktor psikologi, faktor pengaruh bahasa asing dan faktor kebutuhan kata yang baru.
B.     Saran
Saran ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa hendaklah di zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.



DAFTAR PUSTAKA
Verhaar, J.W.M. 1996.
Asas-asas Linguistik Umum. Asas-Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Lyons, John. 1995.
Pengantar Teori Linguistik.
Jakarta : PT gramedia pustakautama.Chaer, Abdul. 2002.
Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : RinekaCipta.Kentjono, Djoko. 1990.
Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: FS UI
http://tantrapuan.wordpress.com /2009/05/13/relasi-makna/ (diakses 22November 2013, pukul 16:02)