BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan
seperti mobil tua yang mesinnya rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di
jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi dunia pendidikan Bahasa Indonesia
saat ini dirundung masalah yang besar dan pada sisi lain tantangan menghadapi
milenium ketiga semakin besar. Dari aspek kualitas, pendidikan Bahasa Indonesia
kita memang sungguh sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas
pendidikan bangsa lain.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang
berada pada tataran makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa
semantik adalah teori makna atau teori arti (Inggris semantics kata sifatnya
semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai
nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah
yang digunakan untuk bidang linguistik ynag mempelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2).
Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun
juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran
makna bahasa memang tidak dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak
faktor yang nantinya akan di bahas secara mendalam di dalam pembahasan. Atas
dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia
muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna yang
melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna
suatu kata yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa
itu sendiri. Untuk itu perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan
secara utuh.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian semantik?
2. Bagaimanakah
jenis-jenis Semantik?
3. Apakah
pengertian makna?
4. Apakah
Faktor perubahan makna?
5. Bagaimanakah
proses makna gramatikal dan makna leksikal?
6. Bagaimanakah
jenis-jenis perubahan makna?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan
pengertian semantik
2. Memaparkan
jenis-jenis semantik
3. Menjelaskan
pengertian makna
4. Memaparkan
faktor perubahan makna
5. Memaparkan
proses makna gramatikal dan makna leksikal
6. Memaparkan
jenis-jenis perubahan makna
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Semantik
Kata semantik sebenarnya merupakan
istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna.Semantik dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti
‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti
‘menandai’atau‘melambangkan’.Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah
tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari:
·
Komponen yang
menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
·
Komponen yang diartikan
atau makna dari komponen pertama.
Kedua
komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai
ataudilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim
disebut sebagai referent/ acuan / hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik
adalah :
·
Ilmu yang mempelajari
hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
·
Ilmu tentang makna atau
arti.
Pandangan yang
bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam
mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru
diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas
cakupannya.
1. Charles Morrist Mengemukakan bahwa
semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang
merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar; 1981:9 Mengemukakan
bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974: 1 Semantik adalah
studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat
luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga
dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195) Semantik
mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila
dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia
Britanica, vol.20, 1996: 313) Semantik adalah studi tentang hubungan antara
suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam
aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda Semantik adalah
subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7. Abdul Chaer Semantik adalah ilmu
tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran
analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Pandangan
semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure
ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai
ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada
struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi
stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa
tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira
mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan
mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf,
1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari
filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik
(perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika
simbolis.
Pada tahun
1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang
menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran)
sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan
signifikan dengan referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan
symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol
(lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan
meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata
meaning(nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’
yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering
tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk pengantar
studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam
hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa
makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam
makna nonlinguistik.
B.
Jenis-jenis
Semantik
Beberapa jenis
semantik yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang
menjadi objek penyelidikannya, yaitu:
1.
Semantik
Leksikel
Leksikel adalah
bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vocabulary, kosakata, pembendaharaan
kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bermakna (
Chaer, 2002: 60 dalam Wahab 1995 ). Kalau leksikon disamakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka
leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikel dapat
diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat
kata. Makna leksikel dapat juga diartikan makna yang sesuai dengan acuannya,
makna yang sesuai dengan hasil observasi panca indera, atau makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Kajian makna bahasa yang lebih
memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata dalam kaitannya dengan kata lain
dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik leksikel.
2.
Semantik
Gramatikal
Tataran tata
bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan
sintaksis. Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur intern
kata, serta proses-proses pembentukannya; sedangkan sintaksis adalah studi
mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar,
yaitu frase, klausa, dan kalimat. Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata,
maupun satuan sintaksis yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat, jelas ada
maknanya. Baik proses morfologi dan proses sintaksis itu sendiri juga makna.
Oleh karena itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yaitu yang
disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal
dari tataran tersebut.
3.
Semantik
Kalimat
Verhaar (1978:
126 dalam Parera
2004) mengutarakan
semantik kalimat yang
membicarakan
hal-hal seperti soal topikalisasi kalimat yang merupakan masalah semantik, namun
bukan masalah ketatabahasaan. Tentang semantik kalimat ini menurut beliau
memang masih belum banyak menarik perhatian para ahli linguistik.
C.
Pengertian Makna
Makna adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja
yang kita tuturkan pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Pateda
(Chaer,2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan
istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata
maupun kalimat. Menurut Ullman (Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna
adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de
Saussure(Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian
atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Konsep makna
(KBBI) adalah cara seseorang membuat pengertian terhadap objek atau benda yang
ada batasan-batasan unsur penting. Contoh: sebuah buku, dapat kita maknai
sebagai bahan ilmu pengetahuan, lembaran, dan lainnya. Tetapi kalau berbicara
tentang konsep makna kajian tentang buku sangat luas mulai dari arti, makna,
dan konsep. Itulah kalau kita membicarakan tentang sebuah buku.
Makna kosa kata
yang dikuasai seseorang, merupakan bagian utama dari memori semantis yang
tersimpan dalam otak kita, yang disebut makna denotatif, atau sering juga
disebut makna deskriptif atau makna leksikal. Merupakan relasi kata dengan
konsep benda/ peristiwa atau keadaan yang dilambangkan dengan kata tersebut.
Pada pembahasan
kemarin sudah disebutkan bahwa bahasa itu berupa sistem tanda bunyi. Dalam
pembicaraan semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata itu dengan
konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh
makna itu yang berada di luar bahasa.
D.
Faktor
Perubahan Makna
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna
suatu kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :
- Perkembangan
dalam ilmu dan teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep
makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna
yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru
dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi.
Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari makna tulisan sampai pada makna
karya imaginatif adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan.
Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata
sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya” menjadi
berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.
- Perkembangan
sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut
memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa
sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun
masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut
siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini
terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak,
ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena
dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan)
untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan
kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran
bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan
sebutan bapak atau ibu.
- Pebedaan
bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang
tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam
bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki
makna yang baru, atau makna lain disamping makna aslinya. Misalnya kata
menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya
seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah garapan dan sebagainya, kini
banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna barunya yang berarti
mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap naskah drama
dan lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi
mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya, hanya perlu
diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna
asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam bidang lain secara metaforis atau
secara perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang digunakan bukan dalam
bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang asalnya masih
berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau
masih ada persamaan antara makna yang satu dengan makna yang lainnya.
- Adanya
Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti
dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya
dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan
makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini
makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang
berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata uang
terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang
administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam
amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain
seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu
cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang
dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang
sebagai sogokan.
- Pertukaran
Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran
tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya
yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi
ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya
cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat
indera peraba yaitu kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera
penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat
indera penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini
berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak.
Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala
sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya
sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya
manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
- Perbedaan
Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis
telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan
ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi
memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga
yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang
nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan istilah peyoratif sedangkan
yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative. Contoh kata bini
sekarang ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliorative.
Begitupun terjadi pada kata laki dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu
kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan
bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan
perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan
nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.
- Adanya
Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang
karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara
keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak
orang menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentukya secara utuh.
Sebagai contoh ada yang berkata “ ayahnya meninggal” tentu maksudnya meninggal
dunia tapi hanya disebutkan meninggal saja. Hal ini terjadi pula pada kata
berpulang yang maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke perpus yang maksudnya ke
perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium dan sebagainya. Kalau
disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini bukanlah peristiwa
perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi
adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi
bentuk yang lebih pendek.
- Proses
Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan
komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal
ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah
berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan
makna-makna gramatikal.
- Pengembangan
Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah
baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan
member makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna
baru. Seperti pada kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini
diangkat menjadi istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna
inti atau saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau
pimpinan.
E.
Makna Gramatikal dan Makna Leksikal
Melalui berbagai sumber, dapat berbagai
istilah untuk menanamkan jenis atau tipe makna. Pateda (Chaer, 1986:59) secara
alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu makna efektif, makna denotatif, makna deskriftif, makna ekstensi, makna
emotif, makna gereflekter, makna idealisiovnal, makna intensi, makna
gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna konseptual, makna konstruksi,
makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposisional, makna pusat,
makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan
Leech haer, 1976:59) yang karyanya banyak dikutip orang dalam hal semantis
membedakan adanyatujuh tipe makna, yaitu (1) makna konseptual,(2)
Makna
konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6)
makna kolokatif, (7) makna tematik. Dengan catatan makna konotatif, stilistika, afektif, reflektif,
dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif.
Berikut akan dibahas mengenai
jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan oleh para
ahli bahasa.
1.
Makna Leksikal
dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa Inggris lexical meaning, semantic meaning, eksternal
meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai lambing benda, peristiwa, dan
lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri,
lepas dari konteks. Misalnya, kata culture
(bahasa inggris) ‘budaya’, di dalaam
kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya: (1)
kesopanan, kebudayaan;
(2) perkembangbiakan (biologi);sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I,
budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2) kebudayaan; (3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah
berkembang (beradab,maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan
yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Masih dalam hal makna, Djajasudarma
(Bateda, 1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal yang merupakan
bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural
meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan
intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di
dalam kalimat.
Mengenai dua jenis makna ini,
Kridalaksana (Chaer, 1993) menjelaskan makna leksikal (lexical meaning, semantic meanin, external meaning) adalah makna
unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna
leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau
konteksnya. Selanjutnya, makna gramatikal (grammatical
meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah
hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar;
misalnya, hubungan antar kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.
Dengan demikian, makna leksikal adalah
makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau kata meski tanpa konteks apapun.
Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai’; leksem pensil
mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’;
dan leksem air memiliki makna
leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan
sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contoh-contoh tersebut, makna leksikal
adalah makna yang sebenarnya.
Lain dari makna leksikal, makna
gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi,
reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi prefix ber-
dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’;
dengan dasar kuda melahirkan makna
gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
2.
Makna
Leksikal
Makna leksikal
ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam
sebuah struktur (frase klausa atau kalimat). Makna leksikal adalah makna
kata yang terdapat dalam leksikal (kamus). Makna leksikal bersifat umum atau
lugas artinya makna kata yang tidak dipengaruhi oleh bentuk lain.
Leksikal adalah
makna yang bersifat leksikon, yang sesuai dengan referennya, atau makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal merupakan gambaran
nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata tersebut. Sebuah kata
yang memiliki makna leksikal sudah jelas bahwa tanpa konteks pun memiliki
referen atau makna langsung (Chaer, 2013: 59).
Memang benar
jika tidak semua kata dalam bahasa indonesia memiliki makna. Kata cantik, tidur
dan lain-lain disebut kata tugas, walaupun memang memiliki makna leksikal
Contoh:
Rumah : Bangunan untuk tempat tinggal
manusia
Makan : Mengunyah dan menelan sesuatu
Makanan : Segala sesuatu yang boleh dimakan
Mata : Indra untuk melihat (makna
leksikal)
3.
Makna
Gramatikal
Makna gramatikal
(struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal
(pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Makna gramatikal ialah makna yang
timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses melekatnya bentuk kata
(morfem) yang satu dengan bentuk yang lain.
Bentuk (morfem)
/ ber / , / me-l / secara lepas atau berdiri sendiri belum memiliki makna.
Morfem tersebut memiliki makna setelah bergabung dengan bentuk lain, peristiwa
ini disebut proses morfologi.
Makna gramatikal
adalah makna yang hadir sebagai akibat dari proses gramatika seperti afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal bergantung pada konteks yang
membawanya.
Contoh:
Berumah : Mempunyai rumah
Bermata : Memiliki mata (makna gramatikal)
Memata-matai : Mengamati secara diam-diam (makna gramatikal)
Implikasinya
salah satunya awalan ter- atau imbuhan lainnya, tentunya tidak mempunyai makna.
Sebuah imbuhan baru dapat memiliki makna atau kemungkinan memiliki makna
apabila sudah berproses dengan kata lain. Kata ‘terangkat’ memiliki kemungkinan
makna dapat atau tidak sengaja tergantung konteks kalimat yang membawanya. Ada
tiga macam proses morfologi:
1.
Afiksasi
Proses
melekatnya afiks (imbuhan) kepada bentuk dasar. Akibat melekatnya afiks kepada
kata dasar akan menimbulkan fungsi dan makna baru.
Macam-macam afiks bahasa Indonesia:
Macam-macam afiks bahasa Indonesia:
a. Prefiks
(awalan) : di, me, ber, pe,
ter dan sebagainya
b. Infiks
(sisipan) : in, el
c. Sufiks
(akhiran) : an, kan, i,
lah
d. Konfiks
(afiks gabung) : pe - an, ke - an, se –
nya
e. Simulfiks
(afiks berurutan) =me - kan, me - i, di – kan
2.
Reduplikasi
Proses
pembentukan kata baru dengan cara mengulang bentuk dasar.
Bentuk perulangan kata meliputi:
Bentuk perulangan kata meliputi:
a. Kata
ulang utuh/penuh : gedung-gedung
b. Kata
ulang sebagian : berlari-lari
c. Kata
ulang berimbuhan : anak-anakan
d. Kata
ulang berubah bunyi : sayur mayor
e. Kata
ulang semu : kupu-kupu,
kunang-kunang
3.
Komposisi
Gabungan dua
kata atau lebih yang menimbulkan makna baru.
Contoh:
Rumah makan : rumah digunakan untuk makan
Rumah sakit : rumah digunakan untuk mengobati orang
sakit
Rumah dinas : rumah yang digunakan untuk kepentingan
dinas
F.
Jenis
Perubahan makna
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan
makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya:
1.
Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang
terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah
makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang
lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative
singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain
yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup
poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada
kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau
sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai
makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang
kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.
2.
Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada
sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian
berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang
pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya
memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi.
Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau
bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana.
Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus
dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3.
Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata
yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada
kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna
asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata
seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai
istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis,
seni tari, seni suara.
4.
Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu
gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna
yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan
untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat
bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga
pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu
diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5.
Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti
kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar.
Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi
yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel. Seperti pada kata menjebloskan
untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk menggantikan kata
mengeluarkan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata semantik merupakan istilah teknis yang mengacu
pada studi tentang makna. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata
kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’.
Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda
linguistik (Perancis : signé linguistique). Sebab-sebab perubahan
makna yaitu perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan social dan
budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera,
perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan
istilah.
Jenis
perubahan makna yaitu perubahan meluas, perubahan menyempit, perubahan total,
penghalusan, dan pengasaran.
Faktor
yang memudahkan perubahan makna yaitu faktor kebahasaan, faktor kesejarahan,
faktor sosial, faktor psikologi, faktor pengaruh bahasa asing dan faktor
kebutuhan kata yang baru.
B.
Saran
Saran ini
ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa hendaklah di
zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita
cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Verhaar,
J.W.M. 1996.
Asas-asas
Linguistik Umum. Asas-Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Lyons, John.
1995.
Pengantar
Teori Linguistik.
Jakarta
: PT gramedia pustakautama.Chaer, Abdul. 2002.
Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : RinekaCipta.Kentjono, Djoko. 1990.
Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: FS UI
Membantu sekali
BalasHapusTerimakasih
BalasHapusterima kasih, mohon ijin. sebagian mau saya pakai di tugas kuliah saya.
BalasHapus